Makalah
Teori Eksistensialisme
Viktor
Emil Frankl
Tugas Mata Kuliah Psikologi
Kepribadian II
Disusun oleh:
KELOMPOK
Alif Noor Cahya Purnama (1302105056)
Faisal Rahman (1302105079)
Andhika Pramana Nugraha (1302105083)
Hermadana (1302105090)
Dwi Julian (1302105088)
Wahyu Extrada (1302105084)
PROGRAM
STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
MULAWARMAN
SAMARINDA
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini yang berjudul Teori Viktor Frankl. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini, baik secara moril maupun materil sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik, lancar, dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyusunan dan penulisan makalah
ini. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Samarinda, 13 September 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .............................................................................................. i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang .........................................................................................iii
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................iii
1.3 Tujuan
Penulisan ......................................................................................iii
1.4 Metode Penulisan ......................................................................................iv
1.5 Sistematika
Penulisan ...............................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Biographi Viktor Emil
Frankl.....................................................................1
2.2 Konsep dasar dari teori
eksistensialisme.....................................................3
2.3 Konsep tentang manusia
menurut Viktor....................................................4
2.4 Struktur dan dinamika
kepribadian menurut Viktor....................................7
2.5 Kodrat manusia yang
sehat.........................................................................10
2.6 Aplikasi dari teori
eksistensialisme..............................................................13
2.7 Bagaimana mengenai psikopatologi menurut
Viktor...................................14
BAB III ANALISIS
3.1 Analisis Kasus……………………………………………………………...15
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..............................................................................................
3.2
Saran ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
11.1 Latar
Belakang
Fokus dari ilmu psikologi adalah perilaku manusia.
Psikologi kepribadian merupakan cabang dari ilmu psikologi yang membahas
kepribadian manusia, sehingga psikologi kepribadian membahas apa dan bagaimana
kepribadian itu ada terbentuk pada diri manusia.
Dalam konsep psikologi kepribadian II, terdapat
berbagai teori-teori yang mendasarinya, yaitu teori classical conditioning,
teori operant conditioning,teori stimulus respon, teori social cognitive,
pengantar aliran humanistik, dan teori holisme dan humanisme.
Pada teori sosial kognitif, dijelaskan mengenai
tingkah laku manusia dari segi hubungan timbale balik yang berkesinambungan
antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan. Manusia dan
lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal
balik (Bandura, 1977). Dalam teori ini, digunakan penjelasan-penjelasan
reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk
memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Di samping itu, pandangan
dalam teori sosial kognitif tidak didorong oleh reinforcement dari dalam dan
juga tidak berasal oleh stimulus-stimulus lingkungan.
Teori sosial kognitif tidak hanya dikemukakan oleh
Albert Bandura, ada tokoh lain yang mengemukakan teori mengenai sosial
kognitif, yaitu Walter Mischel. Karya pertamanya adalah Personality and
Assesment (1968). Dia menerangkan bahwa pada kondisi yang tepat orang sanggup
memprediksi perilaku mereka tanpa harus menjalani tes. Sifat adalah alat
prediksi perilaku yang sangat lemah karena situasilah yang mempengaruhi
perilaku. Karya terbaiknya adalah Introduction to Personality (1971) dan sudah
direvisi ke-7 pada 2004.
11.2 Perumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, permasalahan yang diambil, yaitu:
1.
Siapa itu Viktor Emil Frankl?
2. Apa
konsep dasar dari teori eksistensialisme?
3.
Bagaimana konsep tentang manusia menurut Viktor?
4.
Bagaimana struktur dan dinamika kepribadian menurut Viktor?
5.
Bagaimana kodrat manusia yang sehat?
6. Apa
aplikasi dari teori eksistensialisme?
7.
Bagaimana mengenai psikopatologi menurut Viktor?
11.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:
-
ntuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian II
-
Untuk mengetahui beberapa hal di bawah ini:
1.
Siapa itu Viktor Emil Frankl
2.
Konsep dasar dari teori eksistensialisme
3.
Konsep tentang manusia menurut Viktor
4.
Bagaimana struktur dan dinamika kepribadian menurut Viktor
5.
Bagaimana kodrat manusia yang sehat
6.
Aplikasi dari teori eksistensialisme
7.
Bagaimana mengenai psikopatologi menurut Viktor
11.4 Metode
Metode yang
digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah menggunakan metode studi
pustaka yang mengambil sumber dari beberapa buku dan internet.
11.5 Sistematika Penulisan
Penulisan
makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu pendahuluan, pembahasan, dan penutup.
Pada bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab pembahasan
terdiri dari biografi Viktor Frankl, konsep dasar teori, konsep tentang
manusia, struktur dan dinamika kepribadian, kodrat manusia yang sehat, aplikasi
teori, dan pembahasan mengenai psikopatologi. Pada bab penutup terdiri dari
kesimpulan dan saran.
BAB II
ISI
A. Biographi
Viktor
Emil Frankl dilahirkan di Wina pada tanggal 26 Maret 1905 dari keluarga Yahudi
kelas menengah masyarakat Austria. Nilai-nilai dan kepercayaan Yudaisme berpengaruh
kuat atas diri Frankl. Pengaruh ini ditunjukkan antara lain oleh minat Frankl
yang besar pada persoalan spiritual, khususnya persoalan mengenai makna hidup.
Di tengah suasana kehidupan keluarga yang memperhatikan hal-hal keagamaan
itulah, Frankl menjalani sebagian besar hidup dan pendidikannya, mulai
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Viktor
E. Frankl adalah Profesor dalam bidang neurologi dan psikiatri di The
University of Vienna Medical School dan guru besar luar biasa bidang logoterapi
pada U.S. International University. Dia adalah pendiri apa yang biasa disebut
madzhab ketiga psikoterapi dari Wina (setelah psikoanalisis Sigmund Freud dan
psikologi individu Alfred Adler), yaitu aliran logoterapi.
Frankl
meraih gelar Dokter dalam obat-obatan (M.D.) pada tahun 1930, dan Doktor
filosofi (Ph.D.) pada tahun 1949, keduanya dari Universitas Vienna. Disamping
itu, dia juga mendapatkan gelar Honoriskausa dari universitas di seluruh dunia
yang jumlahnya lebih dari 120. Dia menjadi pembicara terhormat pada United
States International University di San Diego.
Selain
itu, Frankl juga menjadi Profesor tamu di Harvard, Duquesne, dan Southern
Methodist Univercities. Dia menerima beberapa gelar kehormatan dari Loyola
University di Chicago, Edgecliff, Rockford College dan Mount Mary College,
serta dari universitas-universitas di Brazil, Venezuela, dan Afrika Selatan.
Dia menjadi dosen tamu di berbagai universitas di seluruh dunia. Dia juga
menjabat sebagai presiden di Austrian Medical Society of Psychotherapy serta
anggota kehormatan di Austrian Academy of Sciences.
Dari
tahun 1942 sampai 1945, Frankl menjadi tawanan di kamp konsentrasi Jerman,
dimana orang tuanya, saudara laki-lakinya, isteri dan anak-anaknya mati.
Pengalaman mengerikan di kamp konsentrasi tidak pernah hilang dari ingatannya,
tetapi dia bisa menggunakan kenangan mengerikan itu secara konstruktif dan
tidak mau kenangan itu memudarkan rasa cintanya dan kegairahannya untuk hidup.
Di
kamp konsentrasi yang dibangun oleh Nazi itu, Frankl banyak belajar tentang
makna hidup, dan lebih spesifik lagi makna penderitaan. Ia pun mempraktekkan
psikoterapi kelompok bagi sesama tawanan guna membantu mereka dalam mengatasi
kesia-siaan, keputusasaan, keinginan bunuh diri dan berbagai kondisi patologis
yang ia duga bersumber pada pengalaman kegagalan menemukan makna. Bagi
Frankl, pelajaran dan praktek di dalam kamp konsentrasi memperkaya hasil studi
formalnya dan menjadi bekal yang amat berharga dalam kehidupan profesinya
sebagai teoritisi dan praktisi psikoterapi di kemudian hari.
Setelah
perang berakhir dan semua tawanan yang masih tersisa di bebaskan, Frankl
kembali ke Wina sebagai kepala bagian neurologi dan psikiatri di Poliklinik
Hospital dan mengajar kembali di The University of Vienna Medical School.
Selanjutnya Frankl menyebarluaskan pandangannya tentang logoterapi melalui
artikel, buku dan ceramah-ceramah. Ia juga aktif melakukan kunjungan-kunjungan
ke berbagai universitas di seluruh dunia sebagai dosen tamu atau pembicara,
sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.
Tulisan
Dr. Frankl pertama kali dimuat pada tahun 1924 dalam The International
Journal of Psychoanalysis dan telah menerbitkan dua puluh tujuh buku, yang
telah diterjemahkan dalam 19 bahasa termasuk bahasa Jepang dan Cina.
Mulai
tahun 1946, setelah pembebasan dari kamp konsentrasi, karyakarya Frankl mulai
muncul dan ternyata mendapat sambutan hangat dari kalangan ilmuwan, budayawan,
pendidik, filosof, dan rohaniwan. Lebih-lebih setelah pengalamannya menjadi
penghuni kamp konsentrasi ditulis dalam buku from Death Camp to
Existensialism, kemudian judulnya diubah menjadi Man’s Search for
Meaning, yang menjadi best seller di Amerika Serikat. Buku ini
seakan-akan menjadi pembuka bagi logoterapi untuk masuk dan berkembang di
Amerika Serikat dan menyebar ke negara-negara lain, serta akhirnya mendunia
sebagai salah satu aliran dalam psikologi atau psikiatri modern.
Man’s
Search for Meaning merupakan edisi revisi dan perluasan dari from
Death Camp to Existensialism, yang terpilih sebagai “Book of The Year” oleh
Colby College, Baker University, Earlham College, Olivet Nazarene College dan
St. Mary’s Dominian College.
Selain
itu, buku ini telah terjual lebih dari 2 juta eksemplar, sebuah rekor penjualan
yang cukup spektakuler yang jarang bisa dicapai oleh buku nonfiksi. Sebagian
besar bukunya telah diterjemahkan dari bahasa Jerman ke dalam berbagai bahasa,
yang meliputi bahasa Inggris, Belanda, Itali, Spanyol, Portugis, Swedia,
Polandia, Jepang dan Korea.
Frankl
memulai kegiatan menulisnya dengan penulisan artikel. Artikel pertamanya ditulis
untuk jurnal psikologi individual. Ia juga pernah menulis artikel untuk jurnal
psikoanalisis atas permintaan Freud.
Buku-buku
penting lainnya yang ditulis Frankl diantaranya adalah The Will to Meaning,
The Unheard Cry for Meaning, Psychotherapy and Existensialism, The Unconscious
God, Synchronization in Buchenwald yang secara keseluruhan menggambarkan
orientasi atau pendekatan eksistensialfenomenologis Frankl yang unik dalam
menangani berbagai masalah klinis maupun non klinis melalui logoterap. Selain
dalam bentuk artikel dan buku, karya-karya Frankl juga dapat dipelajari melalui
film, rekaman dan kaset, serta edisi braile untuk kaum tuna netra.
B. Konsep Dasar Psikologi Frankl
• Hidup memiliki makna dalam
semua keadaan
•
Motivasi
utama untuk hidup yang akan kita menemukan makna dalam hidup.
• Kebebasan untuk menemukan
makna.
Landasan teori kepribadian
Logoterapi bercorak eksistensial – humanistik. Artinya Logoterapi mengakui
manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan berkehendak sadar diri, dan
mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sesuai julukan kehormatan bagi
manusia sebagai the self determining
being. Selain itu manusia memiliki kualitas – kualitas insani (human qualities), yakni berbagai
potensi, kemampuan, bakat, dan sifat yang tidak terdapat pada makhluk – makhluk
lain, seperti kesadaran diri, transendensi diri memahami dan mengembangkan
diri, kebebasan memilih, kemampuan menilai diri sendiri dan orang lain,
spiritualitas dan religiusitas, humor dan tertawa, etika dan rasa estetika,
nilai dan makna dan sebagainya.
Teori kepribadian ini bukan
berorientasi masa lalu (past oriented)
seperti halnya psikodinamik atau kini dan di sini (here and now), seperti pada pandangan behavioral, melainkan
berorientasi pada masa mendatang (future
oriented), karena makna hidup harus ditemukan dan hidup bermakna benar –
benar sadar dan sengaja dijadikan tujuan, diraih, dan perjuangkan.
Logoterapi menggambarkan
manusia sebagai kesatuan yang terdiri dari dimensi-dimensi somatic (ragawi),
psikis (kejiwaan), dan spiritual (kerohanian) : unitas bio-psiko-spiritual. Hal
penting dan orisisan pada logoterapi adalah secara eksplisit memasukkan
spiritualitas sebagai salah satu determinan dalam system dan struktur
kepribadian. Namun, di lain pihak Frankl tidak secara eksplisit memasukkan
unsure sosial-budaya sebagai determinan kepribadian. Diduga unsure ini dianggap
secara implicit terangkum dalam dimensi kejiwaan. Mengingat besarnya pengaruh
kondisi lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya pada perkembangan kepribadian
manusia.
Struktur teori kepribadian
model logoterapi terdiri dari unsur-unsur internal, eksternal dan
transcendental yang saling berkaitan dan pengaruh-memperngaruhi. Unsure
internal adalah seluruh potensi (antara lain bakat dan kemampuan), sarana
(raga, jiwa, rohani), dan daya-daya pribadi (insting, daya piker, emodi),
kualitas-kualitas insane (human
qualities), dan kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning) serta kemmapuan menentukan apa yang terbaik
bagi dirinya (self determining being)
yang ada pada diri manusia. Unsure eksternal yang berpengaruh pada perkembangan
kepribadian adalah kondisi lingkungan alam sekitar dan situasi masyarakat serta
norma-norma dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di tempat seseorang
menjalani kehidupan sehari-hari. Unsur transcendental adalah kemmapuan manusia
untuk mnegtaasi kondisi kehidupan saat ini dan menentukan apa yang diinginkan
dengan memanfaatkan daya-daya imajinasi, will
power, kemampuan merencanakan, dan menetapkan tujuan, serta mengambil sikap
baru atas kondisi (tragis) saat ini.
C. Konsep Tentang manusia
Frankl
menggunakan istilah analisis eksistensial sebagai persamaan kata dari
logoterapi. Kata logos dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning)
dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau
pengobatan.
Filsafat
Logoterapi lahir dari kondisi yang suram dan tiada penghargaan terhadap
nilai-nilai kemanusiaan. Suasana Perang Dunia II benar-benar telah mencampakkan
harga diri kemanusiaan sampai ke dasar terendahnya. Manusia tidak lagi dihargai
sebagai entitas yang dapat mengambil keputusannnya sendiri. Institusi negara
dan ideologi-ideologi totaliter telah merontokkan martabat manusia. Kita bisa
melihat karya para filsuf eksistensialis yang sezaman dengan Frankl, seperti
Albert Camus dan Jean Paul Sartre yang frustasi akan masa depan umat manusia.
Mereka melihat kehidupan ini sebagai sesuatu yang ambigu dan dipenuhi dengan
absurditas.
Tetapi
Frankl tidak ingin terjebak dalam absurditas dunia. Dia berusaha melampauinya
melalui filsafat hidup Logoterapi. Filsafat Logoterapi mensiratkan sebuah
harapan besar tentang masa depan kehidupan manusia yang lebih berharga dan
bermakna. Teori tentang kodrat manusia dalam Logoterapi dibangun diatas tiga
asumsi dasar, dimana antara yang satu dengan yang lainnya saling menopang,
yakni:
a.
Kebebasan berkeinginan (freedom of will)
Pandangan
Frankl menentang pendirian dalam psikologi dan psikoterapi bahwa manusia
ditentukan oleh kondisi biologis, konflik-konflik masa kanak-kanak, atau
kekuatan lain dari luar. Ia berpendapat bahwa kebebasan manusia merupakan
kebebasan yang berada dalam batas-batas tertentu. Manusia dianggap sebagai
makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki
keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek sosial budaya dan aspek
kerohanian. Kebebasan manusia bukan merupkan kebebasan dari (freedom from)
bawaan biologis, kondisi psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan
untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) secara sadar dan
menerima tanggung jawab terhadap kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi
lingkungan maupun kondisi diri sendiri. Dengan demikian kebebasan yang dimaksud
Frankl bukanlah lari dari persoalan yang sebenarnya harus dihadapi.
b.
Keinginan akan makna (will of meaning)
Manusia
dalam berperilaku mengarahkan dirinya sendiri pada sesuatu yang ingin
dicapainya, yaitu makna. Keinginan akan makna inilah yang mendorong setiap
manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan
berharga. Frankl tidak sependapat dengan prinsip determinisme dan berkeyakinan
bahwa manusia dalam berperilaku terdorong mengurangi ketegangan agar memperoleh
keseimbangan dan mengarahkan dirinya sendiri menuju tujuan tertentu yang layak
bagi dirinya.
c.
Makna Hidup (meaning of life)
Makna
hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan
nilai khusus bagai seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the
purposein life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang
merasakan kehidupan yang berarti dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia
(heppiness). Menurut Frankl makna hidup bersifat personal dan unik . Ini
disebabkan karena individu bebas menentukan caranya sendiri dalam menemukan dan
menciptakan makna.
Jadi
penemuan dan penciptaan makna hidup menjadi tanggung jawab individu itu sendiri
dan tidak dapat diserahkan kepada orang lain, karena hanya individu itu
sendirilah yang mampu merasakan dan mengalami makna hidupnya.
Makna
hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, menyenangkan atau tidak
menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Apabila hasrat makna hidup ini
dapat terpenuhi maka kehidupan dirasakan berguna, berharga dan berarti (meaningful)
akan dialami, sebaliknya bila hasrat ini tidak terpenuhi akan menyebabkan
kehidupan dirasakan tidak bermakna .
Menurut
Frankl mengartikan makna hidup sebagai kesadaran akan adanya satu
kesempatan atau kemungkinan yang dilatarbelakangi faktor realitas atau
menyadari apa yang bisa dilakukan dalam situasi tertentu.
Pengertian
makna hidup menunjukan bahwa dalam makna hidup terkandung tujuan hidup, yakni
hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Berdasarkan uraian diatas,
kebermaknaan hidup adalah kemampuan dan kualitas penghayatan individu terhadap
seberapa besar dirinya dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan
seberapa jauh individu telah berhasil mencapai tujuan-tujuan hidupnya untuk
memberi arti terhadap kehidupannya.
1.
Aspek-aspek
kebermaknaan hidup.
Menurut
James Crumbaugh & Leonard Maholick (dalam Koeswara, 1992), kebermaknaan
hidup individu dapat diidentifikasi melalui enam aspek dasar, yaitu :
a.
Arti hidup; makna hidup adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan
berharga bagi kehidupan individu, memberi nilai yang spesifik, serta dapat
dijadikan sebagai tujuan hidup bagi individu tersebut.
b.
Kepuasan hidup; Kepuasan hidup adalah penilaian seseorang terhadap hidup yang
dijalaninya, sejauh mana ia mampu menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup
dan segala aktivitas yang telah dilakukannya.
c. Kebebasan;
kebebasan adalah bagaimana individu merasa mampu untuk mengendalikan kebebasan
hidupnya secara bertanggung jawab.
d. Sikap
terhadap kematian; sikap terhadap kematian adalah persepsi tentang kesiapan
individu terhadap kematian yang pasti akan dihadapi oleh setiap manusia.
e.
Pikiran tentang bunuh diri; pikiran tentang bunuh diri adalah persepsi tentang
jalan keluar dalam menghadapi masalah hidup bahwa bunuh diri bukan merupakan
solusi.
f.
Kepantasan untuk hidup; kepantasan untuk hidup adalah evaluasi individu
terhadap hidupnya sendiri, sejauh mana ia merasa bahwa apa yang telah ia lalui
dalam hidupnya merupakan sesuatu yang wajar, sekaligus menjadi tolok ukur
baginya tentang mengapa hidup itu layak untuk diperjuangkan.
2
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup
Frankl
berpendapat bahwa secara hakiki manusia mampu menemukan kebermaknaan hidup
melalui trandensi diri. Salah satunya dengan mengambil ajaran-ajaran agama yang
diterapkan pada sebuah kehidupan. Namun Di Muzio berpendapat untuk menemukan
makna hidup tidak selalu berkaitan dengan personalan agama, melainkan bisa dan
seringkali merupakan filsafat hidup yang sifatnya sekuler, bahkan manusia dapat
menemukan makna tanpa kehadiran tuhan.
Manusia
dapat menemukan makna melalui realisasi nilai-nilai manusiawi yang meliputi:
a.
Nilai-nilai kreatif
Menurut
Frankl nilai-nilai kreatif adalah apa yang diberikan individu pada kehidupan.
Nilai-nilai ini diwujudkan dalam aktivitas yang kreatif dan produktif, biasanya
berkenaan dengan suatu pekerjaan. Namun nilai-nilai ini dapat diungkap dalam
semua bidang kehidupan. Makna diberikan kepada kehidupan melalui tindakan yang
menciptakan suatu hasil yang kelihatan atau suatu ide yang tidak kelihatan,
atau dengan melayani orang lain .
b.
Nilai-nilai pengalaman
Nilai-nilai
pengalaman menurut Frankl adalah apa yang diterima oleh individu dari
kehidupan. Misalnya menemukan kebenaran, keindahan dan cinta. Nilai-nilai
pengalaman dapat memberikan makna sebanyak nilai-nilai daya cipta. Ada
kemugnkinan individu untuk memenuhi arti kehidupan dengan mengalami berbagai
segi kehidupan secara intensif meskipun individu tersebut tidak melakukan
tindakan-tindakan yang produktif .
c.
Nilai-nilai sikap
Nilai-nilai
sikap adalah sikap yang diberikan individu terhadap kodrat-kodrat yang tidak
dapat diubah, seperti penyakit, penderitaan atau kamatian. Situasi-situasi
buruk yang dapat memberikan keputusasaan dan tanpa harapan dapat memberikan
kesempatan yang sangat besar bagi individu untuk menemukan makna hidupnya.
Nilai-nilai sikap ini menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian
segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dihilangkan seperti kematian,
bencana, sakit yang tidak dapat disembuhkan dan menjelang kematian, setelah
segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal.
Selain
tiga hal di atas, ada pula sumber- sumber hidup bermakna lain, yaitu :
•
Self Preoccupation (sibuk dengan diri sendiri), makna hidup
dapat diperoleh dengan jaminan keuangan sehingga kebutuhan dasarnya dapat
terpenuhi.
•
Individualism, makna hidup diperoleh melalui prestasi,
aktivitas, dan waktu luang.
•
Collectivism, makna hidup dapat diperoleh melalui
tradisi kebudayaan dan norma-norma sosial.
•
Self Transcendence, makna hidup dapat diperoleh dengan
menghayati nilai-nilai ide-ide, aktivitas keagamaan, dan menolong sesama.
D. Struktur dan Dinamika Kepribadian
Pandangan
Frankl akan kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti.
Terangkum dalam sistem logoterapi. Logoterapi berasal dari kata yunani logos
berarti arti. Logotherapy berbicara tentang arti eksistensi manusia dan
kebutuhan manusia akan arti, dan juga teknik-teknik terapeutis khusus untuk menemukan
arti dalam kehidupan. Logoterapi merupakan therapi psikologis bagi orang –orang
yang kehilangan arti kehidupannya.
Teori
tentang kodrat manusia yang berasal dari logoterapi dibangun atas tiga tiang,
yaitu kebebasan, kemauan akan arti, dan arti kehidupan. Frankl sangat menolak
pendirian dalam psikologi dan psikiatri yang memberikan ciri pada kondisi
manusia sebagai yang ditentukan oleh insting biologis dan konflik masa kecil .
manusia mempunyai kebebasan spiritual untuk menentukan sikap terhadap keadaan
dan nasib.
Kemauan
dan arti akan kehidupan adalah kebutuhan kita yang terus menerus mencari bukan
diri kita melainkan suatu arti untuk memberi suatu maksud bagi eksistensi kita.
Semakin kita mampu mengatasi diri kita- memberi diri kita pada satu tujanatau
kepada orang lain, maka kita semakin menjadi manusia sebenarnya.
Hidup
Tanpa Makna
Didalam ketidakberhasilan
seseorang menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan
hidup tanpa makna (meaningless),
hampa, gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak berarti,
bosan, dan apatis. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk
membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan untuk mengambil
prakarsa.
Penghayatan – penghayatan
seperti digambarkan diatas mungkin saja tidak terungkap secara nyata, tetapi
menjelma dalam berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk :
berkuasa (the will to power),bersenang – bersenang mencari kenikmatan (the will to pleasure), termasuk
kenikmatan seksual (the will to sex),
bekerja (the will to work), dan
mengumpulkan uang (the will to money).
Walaupun penghayatan hidup
tanpa makna ini bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi dalam keadaan
intensif dan berlarut – larut tak diatasi dapat menjelma menjadi Neurosis
Noogenik, Karakter Totaliter, dan Karakter Konformis.
- Neurosis
Noogenik merupakan suatu gangguan perasaan yang cukup menghambat prestasi dan
penyesuaian diri seorang. Gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan – keluhan
serba bosan, hampa dan penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif,
serta merasa bahwa hidup ini tidak ada artinya sama sekali.
- Karakter
Totaliter adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan untuk memaksakan tujuan,
kepentingan dan kehendaknya sendiri dan tidak bersedia menerima masukan dari
orang lain.
- Karakter
Konformis adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan kuat untuk selalu
berusaha mengikut dan menyesuaikan diri kepada tuntutan lingkungan sekitarnya
serta bersedia pula untuk mengabaikan keinginan dan kepentingan dirinya
sendiri. Karakter Konformis ini berawal dari kekecewaan dan kehampaan hidup
sebagai akibat tidak berhasilnya memenuhi motivasi utama, yaitu hasrat untuk
hidup bermakna.
Nemurosis
ini diakibatkan oleh 2 hal :
1.
manusia kehilangan dorongan /instink alamiah dari alam. Karena itu kita harus
secara aktif memilih apa yang harus kita lakukan.
2.
mulai hilangnya nilai-nilai agama dan adat yang kemudian menuntut kita untuk
dapat bersandar pada diri sendiri. Kita dihadapkan pada membuat keputusan kta
sendiri dan bertanggung jawab.
Logoterapi
memberikan 3 cara bagaimana kita dapat memberi arti pada kehidupan
1.
dengan menciptakan sesuatu
2.
dengan sesuatu yang kita ambil dari dunia dalam pengalaman
3.
dengan sikap yang kita ambil dalam penderitaan
Didalam
teori kepribadian membahas pula determinasi kepribadian, yaitu bawaan ( genetik
), kondisi psikis, dan situasi sosial – budaya yang selalu saling berkaitan dan
pengaruh – mempengaruhi.
Dengan
demikian, teori kepribadian ini bukan berorientasi masa lalu (past oriented)
seperti halnya psikodinamik atau kini – dan- di- sini ( here and now ), seperti
pada pandangan behavioral, melainkan berorientasi pada masa mendatang ( future
oriented ), karena makna hidup harus ditemukan dan hidup bermakna benar – benar
sadar dan sengaja dijadikan tujuan, diraih, dan perjuangkan.
Neurosis
noogenik berkaitan dengan inti spiritual kepribadian dan bukan menurut peran
serta agama, melainkan suatu dimensi eksistensi manusia, khususnya menunjuk
pada konflik-konflik moral . Neurosis noogenik dapat termanifestasikan dalam
tampilan simptomatik yang serupa dalam gambaran simptomatik neurosis
psikogenik, seperti depresi, hiperseksualitas, alkoholisme, obsesionalisme, dan
tindakan kejahatan.
Pribadi yang mengatasi diri
Dalam
pergulatan mencari jawaban atas eksistensinya, manusia dihadapkan pada
paradoks-paradoks, yang mencakup beberapa aspek: fisik vs nonfisik; kesadaran
vs ketidaksadaran; orientasi diri vs sesama manusia.
Ø
Fisik vs Spiritual
Secara
lahiriah manusia terdiri dari aspek fisik (biologis). Konsekuensi dari aspek
biologis ini manusia terikat dengan hukum fisik seperti lapar, sakit, mencari
kepuasan biologis, tertarik pada dunia materi, dan sebagainya.
Di
sisi lain, manusia juga terdiri atas aspek-aspek nonfisik, yaitu psikis,
sosial, dan spiritual. Aspek biologis dan aspek spiritual kita ketahui sebagai
dua kutub yang berlawanan.
Sehubungan
dengan kecenderungan manusia untuk mencari kepuasan biologis atau dunia materi,
Viktor Frankl, psikolog dari akhir abad XIX yang ikut mengembangkan
psikoterapi, menyatakan bahwa semakin seseorang memaksa mendorong dirinya ke
arah kesenangan, ia akan semakin kurang mampu menikmati kesenangan. Kendati
terdapat kecenderungan mencari kesenangan, di sisi lain usaha untuk itu justru
akan menghalangi seseorang mencapai kepuasan (kebahagiaan).
Salah
satu teknik yang relevan untuk mengatasi kecenderungan orang mencari kesenangan
biologis atau dunia materi, menurut logoterapi (terapi yang berorientasi pada
penemuan makna hidup, dikembangkan oleh Frankl) adalah bimbingan rohani.
Bimbingan rohani diterapkan sebagai teknik terapi karena sesuai dengan
pemikiran dasar Frankl tentang spiritualitas. Spiritualitas merupakan sisi
transendensi pada manusia, yang mengatasi dunia fisik dan sosial, berfungsi
memberikan makna hidup.
Dengan
mengembangkan spiritualitas (merealisasi nilai-nilai kehidupan berdasarkan
suara hati), seseorang akan menemukan makna dari keberadaan (eksistensi)
dirinya sebagai pribadi. Ini merupakan sumber rasa tentram. Spiritualitas yang
terintegrasi dalam kepribadian seseorang akan sanggup memerdekakannya dari
dorongan aspek fisik, psikis, maupun sosial yang seringkali bersifat menjebak.
Yang
dimaksud Frankl dengan “spiritualitas yang terintegrasi dalam kepribadian
seseorang akan sanggup memerdekakannya dari dorongan aspek fisik, psikis,
maupun sosial”, bukan berarti bahwa aspek fisik, psikis, dan sosial manusia
diabaikan. Kata”terintegrasi” menunjukkan ada penyatuan dari beberapa aspek
itu, dan membentuk keseimbangan pribadi secara total.
Ø
Kesadaran vs Ketidaksadaran
Manusia
memiliki dimensi kesadaran dan ketidaksadaran. Tiap-tiap orang memiliki bagian
kepribadian yang tidak disadari (personal unconscious), yang berkembang di luar
pengalaman sadar karena telah ditekan: dorongan-dorongan amoral,
dorongan-dorongan seksual yang tidak dapat diterima, kebutuhan-kebutuhan
egoistik, ketakutan, harapan-harapan irasional, pengalaman yang memalukan, dan
motif-motif keji.
Bagian
kepribadian yang tidak disadari (karena ditekan) itu dalam kenyataan selalu
mendesak untuk dipuaskan. Namun, dalam alam sadar, pemuasan terhadap dorongan
bawah sadar tersebut tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan norma
masyarakat.
Orang
yang sehat secara psikologis, sedikit demi sedikit telah berhasil menggali
bagian kepribadiannya yang tidak disadari, dan mengintegrasikan sisi gelap
(shadow) dengan bagian kepribadian yang disadari. Dengan jalan ini, seluruh
komponen kepribadiannya dapat bekerja sama membentuk kesadaran penuh, diri
(self) yang penuh tujuan.
Ø
Orientasi Diri vs Sesama
Sekalipun
semua kebutuhan fisiologisnya terpuaskan, manusia tetap mengalami keterpisahan
dari dunia sekitarnya. Rasa keterpisahan itu harus didobrak dengan menemukan
ikatan-ikatan baru dengan sesama manusia, menggantikan ikatan-ikatan lama yang
didorong oleh insting.
Ada
beberapa cara mencari dan mencapai kesatuan dengan sesama. Salah satunya lewat
jalan kepatuhan kepada seseorang, kelompok, institusi, dan Allah.
Dengan
menjadi bagian dari seseorang atau sesuatu yang lebih besar, lebih berkuasa
darinya, manusia mengalami identitasnya dalam hubungan dengan kekuatan pribadi
atau lembaga yang dipatuhinya. Cara yang lain, dengan jalan berkuasa,
menjadikan orang lain bagian dari dirinya (dominasi). Namun, sungguh ironis
bahwa perwujudan hasrat kepatuhan total ataupun dominasi ini tidak pernah
membuahkan kepuasan.
Hanya
ada satu syarat yang memuaskan kebutuhan manusia untuk mempersatukan dirinya
dengan dunia, dan pada saat yang sama untuk memperoleh rasa integritas dan
individualitas, yaitu cinta.
E.
Kodrat Eksistensi Manusia yang Sehat
Hakikat dari eksistensi manusia terdiri dari tiga faktor,
yaitu : spiritualitas, kebebasan, dan tanggung jawab.
1)
Spiritualitas
Spiritualitas adalah suatu konsep yang sulit dirumuskan.
Spiritualitas tidak dapat direduksikan. Bahkan, spiritualitas tidak dapat
diterangkan dengan istilah-istilah material. Meskipun spiritualitas dapat
dipengaruhi oleh dunia material, namun ia ada tidak disebabkan atau dihasilkan
oleh dunia material itu, dapat diartikan sebagai roh atau jiwa.
2)
Kebebasan
Mengenai faktor kebebasan, kita tidak di dikte oleh
faktor-faktor nonspiritual, semacam insting, warisan nilai yang khusus, atau
kondisi-kondisi dari lingkungan kita. Karena kita memiliki dan harus
menggunakan kebebasan kita untuk memilih bagaimana kita akan bertingkah laku
jika kita menjadi sehat secara psikologis. Orang-orang yang tidak mengalami
kebebasan ini adalah mereka yang kadang-kadang berprasangka karena kepercayaan
determinisme atau mereka yang sangat neurotis. Orang-orang neurotis akan
menghambat pemenuhan potensi-potensi mereka sendiri, dengan demikian menganggu
perkembangan kemanusiaan mereka yang penuh.
3)
Tanggung jawab
Seseorang tidak cukup hanya merasa bebas untuk memilih,
tetapi harus juga menerima tanggung jawab terhadap pilihannya. Orang-orang yang
sehat akan memikul tanggung jawab ini, menggunakan waktu keseharian mereka
dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat, dengan penuh tanggung jawab agar
karya-karya mereka tetap berkembang meskipun kodrat kehidupan manusia singkat
dan fana.
Untuk mencapai dan menggunakan spiritualitas,
kebebasan, dan tanggung jawab tergantung pada kita. Tanpa ketiga-tiganya tidak
mungkin seseorang menemukan arti dan maksud dalam kehidupannya. Pilihan
benar-benar tergantung hanya pada kita saja.
Orang yang sehat secara psikologis telah
bergerak ke luar atau melampaui fokus pada diri. Menjadi manusia sepenuhnya
berarti mengadakan hubungan dengan seseorang atau sesuatu di luar diri sendiri.
Pendirian Frankl berlawanan dengan ahli-ahli teori yang mengemukakan bahwa
tujuan atau dorongan perkembangan manusia yang penuh ialah pemenuhan atau
aktualisasi diri. Frankl menolak perjuangan manusia untuk membangun setiap keadaan
atau kondisi di dalam diri, entah itu kekuasaan, kenikmatan, atau aktualisasi.
Frankl mengemukakan bahwa pandangan serupa itu menggambarkan orang sebagai
sistem yang tertutup, yang tidak menyangkut interaksi dengan dunia nyata atau
dengan orang lain, tetapi hanya dengan diri. Frankl juga percaya bahwa mengejar
tujuan semata-mata dalam diri adalah merusak diri.
Frankl menyatakan bahwa semakin banyak kita
dengan sengaja berjuang untuk kesenangan maka mungkin semakin kurang kita
menemukannya. Semakin kita berpusat pada kebahagiaan sebagai tujuan, maka
semakin juga kita tidak akan melihat pertimbangan yang sehat untuk berbahagia.
Kebahagiaan tidak dapat dikejar dan ditangkap, ia biasanya timbul secara
spontan dari pemenuhan arti, dari mencapai tujuan di luar diri.
Hal yang sama terjadi pula jika seseorang
mengejar aktualisasi diri. Semakin banyak kita berjuang secara langsung untuk
aktualisasi diri, maka kita mungkin semakin kurang mencapainya. Aktualisasi
diri berlawanan dengan transendensi diri dan dapat dicapai hanya sebagai akibat
sekunder dari penemuan arti dalam kehidupan. Jadi, menurut Frankl, cara
satu-satunya untuk mengaktualisasi diri ialah melalui pemenuhan arti di luar
diri.
Menjadi sehat secara psikologis adalah
bergerak ke luar fokus pada diri, kemudian mengatasinya, menyerapinya dalam
arti dan tujuan seseorang. Maka dengan demikian ‘diri’ akan dipenuhi dan
diaktualisasikan secara spontan dan wajar.
Ada tujuh sifat yang bisa ditampakkan oleh
orang berkepribadian sehat, yaitu :
1)
Mereka bebas memilih langkah tindakan mereka sendiri.
2)
Mereka secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidup mereka dan
sikap yang mereka anut terhadap nasibnya.
3)
Mereka tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya.
4)
Mereka telah menemukan arti dalam kehidupan yang cocok dengan mereka.
5)
Mereka secara sadar mengontrol kehidupan mereka.
6)
Mereka mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai pengalaman, atau
nilai-nilai sikap.
7)
Mereka telah mengatasi perhatian terhadap diri.
Logoterapi
sebagai Salah Satu Metode Konseling
Dalam logoterapi pasien
dibantu untuk menemukan nilai-nilai baru dan mengembangkan filosofi konstruktif
dalam kehidupannya. Oleh karena itu, seorang logoterapis tidaklah mengobati
gejala-gejala yang tampak pada pasien atau klien secara langsung, akan tetapi
mengadakan perubahan sikap neurotik pasien terlebih dahulu. Pasien
bertanggungjawab pada dirinya sendiri dan logoterapis memberikan dorongan untuk
memilih, mencari dan menemukan sendiri makna konkrit dari eksistensi
pribadinya. Seorang logoterapis membantu klien untuk menyusun 3 macam nilai
yang akan memberi arti pada eksistensi, yaitu : creative values, experiental
values, dan attitudinal values.
Dalam
proses terapi, klien diperlihatkan bagaimana membuat hidup menjadi penuh arti
dengan ‘the experience of love’. Pengalaman ini akan membuatnya mampu
menikmati ketulusan, keindahan dan kebaikan dan mampu mengerti akan manusia
dengan keunikan-keunikan pribadinya. Dengan demikian, diharapkan klien dapat
melihat bahwa penderitaan mungkin sangat berguna untuk membantunya dalam
mengubah sikap hidup. Tujuan dari logoterapi adalah membangkitkan “kemauan
untuk bermakna” dalam individu tersebut, yang bersifat khusus dan pribadi bagi
masing-masing orang.
Logoterapi
merupakan suatu pendekatan eksistensial khsusus yang meliputi 2 prosedur
re-edukatif yang berbeda, yaitu :
Paradoxical Intention
Memanfaatkan
kemampuan mengambil jarak (self-detachment) dan kemampuan mengambil sikap
terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan. Paradoxical intention terutama
cocok untuk pengobatan jangka pendek pasien fobia (ketakutan irrasional).
De-reflection.
Memanfaatkan
kemampuan transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki setiap
manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri
dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman, tetapi mampu
mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang positif dan
bermanfaat.
Logoterapi
sebagai salah satu aliran psikologi yang mempunyai teori yang khas tentang
manusia yang dapat diaplikasikan dalam bentuk pelatihan-pelatihan dalam rangka
pengembangan diri.
F. Aplikasi Logoterapi
1.
Aspek Klinis
Penerapan logoterapi sebagai salah satu corak
psikologi eksistensial telah banyak diterapkan dalam berbagai kehidupan. Dalam
bidang klinis logoterapi cukup membantu dalam menyembuhkan pasien-pasien obsessive-compulsive,
gangguan kecemasan, alcoholism, insomnia, dan kasus-kasus kehampaan
eksistensialis.
Dalam rangka menangani manusia dengan ketiga
dimensinya (fisik, psikis, spirit) logoterapi setidaknya mengembangkan metode
terapi: Medical Ministry untuk gangguan-gangguan perasaan yang terkait
gangguan ragawi; Paradoxical Intention dan Dereflection untuk penanganan
kasus-kasus berkenaan gangguan-gangguan yang bersifat psikologis; dan Existential
Analysis yaitu untuk menangani gangguan yang disebabkan karena tidak
terpenuhinya hasrat hidup bermakna atau gangguan neurosis noogenik
(Bastaman, 2007;98).
2.
Logoterapi Sebagai Metode Pengembangan Diri
Saat ini telah banyak pelatihan-pelatihan psikologi
dalam rangka meingkatkan kualitas diri dan pengembangan diri.
Pelatihan-pelatihan ESQ, AMT, Brain Gym, Brain Fitness, Quantum
Teaching dan bentuk pelatihan psikologi lainnya sudah banyak berkembang.
Logoterapi sebagai salah satu aliran psikologi yang mempunyai teori yang khas
tentang manusia juga dapat diaplikasikan dalam bentuk pelatihan-pelatihan dalam
rangka pengembangan diri. Dalam aplikasinya dalam bentuk pengembangan diri,
setidaknya terdapat Logoanalysis dan Panca Cara Temuan Makna.
G. Psikopatologi
Frankl
memerinci asal mula berbagai bentuk psikopatologi. Sebagai contoh, beragam
neurosis kecemasan berawal dari kecemasan eksistensial. Seorang individu yang
tidak memahami bahwa kecemasannya muncul karena dia merasa tidak mampu memikul
tanggung jawab dan tidak menemukan makna kehidupan akan menggunakan rasa cemas
dalam menghadapi setiap kesulitan hidup.
Orang
yang obsesif
kompulsif adalah orang yang tidak memiliki rasa puas sebagaimana yang
dimiliki orang lain. Karena kesempurnaan dalam setiap hal adalah mustahil, maka
orang obsesif-kompulsif akan mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang pernah
mendatangkan masalah di masa lalu. Seorang terapis harus membantu pasiennya
agar bisa santai dan tidak melawan dorongan-dorongan pikiran dan tindakannya.
Selanjutnya, yang diperlukan pasien adalah menyadari bahwa keinginan segala
sesuatunya akan berjalan dnegan sempurna itu merupakan tindakan bodoh. Kemudian
di perlahan-lahan didorong belajar menerima sedikit ketidakpastian. Akhirnya,
orang yang obsesif kompulsif dan orang neurotic kecemasan pun pasti dapat
menemukan makna kehidupan mereka.
Sama
seperti psikolog eksistensial lainnya, Frankl juga menyadari pengaruh factor
genetic dan fisiologis terhadap psikopatologi. Dia menganggap depresi,
misalnya, sebagai akibat kurangnya vitalitas tubuh. Pada level psikologis, dia
mengaitkan depresi dengan perasaan ketimpangan yang kita rasakan ketika
berhadapan dengan tugas-tugas yang berada di luar kemampuan fisik atau mental
kita. Pada level spiritual, Frankl melihat depresi sebagai ketegangan antara
seseorang sebagaimana adanya dengan bagaimana dia seharusnya.
Skizofrenia juga dipahami Frankl sebagai
gangguan mental yang berawal dari persoalan fisiologis. Skizofrenia adalah
suatu kondisi di mana seseorang mengalami dirinya lebih sebagai objek, bukan
sebagai subjek. Biasanya, ketika kita punya ide, kita menyadari bahwa ide tersebut
dating dari pikiran kita sendiri. Kitalah yang memilikinya. Tetapi pada orang
skizofrenik, karena alasan-alasan yang belum diketahui, mereka cenderung
mengambil perspektif pasif terhadap ide tersebut dan menganggapnya begaia
suara-suara dari “luar”. Dia seolah-olah sedang menonton dirinya dan
mencurigainya. Dia merasakan dirinya secara pasif sebagai objek yang dia lihat
dan hakimi.
BAB III
ANALISIS KASUS
A.
Analisis Kasus
Contoh kasus penerapan teknik De- reflection
Contoh
kasus berikutnya dikutip dari hasil penelitian oleh Suprapto (2013) yang
berjudul “konseling logoterapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup lansia”
Menjadi tua adalah suatu hal yang tidak dapat
dihindari. Saat memasuki periode lansia, menjadi seseorang yang lebih berarti
dalam hidup tampaknya sangat penting. Lansia akan menghadapi berbagai persoalan
yang terkait dengan beberapa perubahan yang dialami lansia, yaitu perubahan
dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Hal tersebut akan menimbulkan
berbagai dampak bagi lansia, salah satunya ialah perasaan tidak bermakna dalam
hidup yang dapat menyebabkan terjadinya gejala fisik. Subjek ialah lansia yang
mengalami ketidakbermaknaan hidup dan berdampak pada gejala fisik.
Berdasarkan hasil analisis dari kasus diatas menunjukkan bahwa
konseling logoterapi dapat meningkatkan kebermaknaan hidup pada lansia.
Konseling logoterapi diberikan pada subjek karena konseling ini merupakan
konseling yang diberikan pada individu yang mengalami ketidakjelasan makna dan
tujuan hidup. Hal tersebut menyebabkan subjek mengalami kehampaan dan
kehilangan gairah hidup. Konseling logoterapi juga diberikan pada subjek karena
konseling ini tidak diterapkan untuk kasus patologis berat yang membutuhkan
psikoterapi. Selain itu, konseling logoterapi memiliki karakteristik jangka
pendek, berorientasi masa depan dan berorientasi pada makna hidup (Bastaman,
2007).
Dalam pendekatan humanistik eksistensial, subjek
mengalami neurosis noogenik yaitu gangguan yang disebabkan tidak terpenuhinya
keinginan subjek untuk hidup bermakna, gangguan tersebut berupa beberapa
keluhan fisik yang dialami subjek. Penanganan yang diberikan pada subjek ialah
konseling logoterapi dengan menggunakan metode dereflection. Metode ini
memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang terdapat pada setiap individu
dewasa seperti subjek dimana subjek diarahkan untuk tidak memperhatikan kondisi
yang menimbulkan ketidaknyamanan (Bastaman, 2007). Melalui metode tersebut
subjek lebih memperhatikan hal-hal yang positif dan bermanfaat dan mengalami
perubahan sikap, yaitu dari sikap yang terlalu memperhatikan diri menjadi sikap
yang memiliki komitmen terhadap suatu yang penting bagi subjek. Dalam kasus
ini, hal yang penting bagi subjek ialah menentukan tujuan hidup dan menemukan
makna hidupnya kembali. Metode dereflection lebih adaptif untuk
dilakukan, dimana subjek lebih mudah menerima kondisi dirinya, karena metode
tersebut tidak membutuhkan banyak hal yang berkaitan dengan kontrol terhadap
pribadinya sebagai seorang lansia. Melalui metode dereflection, subjek dapat
melihat hal yang berarti dalam kehidupan mereka dan dapat mengatasi kehampaan
eksistensial yang dialaminya. Konseling logoterapi membantu subjek untuk
menemukan sendiri makna hidupnya, menyadari bahwa mereka memiliki kebebasan
dalam menentukan pilihan hidup dan bertanggung jawab terhadap pilihan hidup
tersebut (Sugioka, 2011).
Hasil dari konseling logoterapi ini didukung oleh kemauan dan
motivasi subjek untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya serta dukungan dari
anggota keluarga subjek. Istri subjek menyatakan bahwa terdapat perubahan
subjek ke arah yang lebih baik berkaitan dengan sikapnya terhadap istri dan
anak-anak subjek. Istri subjek tidak lagi menemui kebiasaan subjek untuk
memeriksakan kondisi fisiknya secara berlebihan ke puskesmas.
Istri subjek juga menyatakan bahwa subjek kini lebih
dapat mengendalikan emosi daripada sebelumnya. Selain dari proses konseling
logoterapi, peningkatan kondisi subjek tersebut dipengaruhi oleh pihak lain,
yaitu penjelasan dari saudara subjek yang berprofesi dokter yang dapat
meyakinkan subjek bahwa gejala fisik yang dikeluhkannya bukan merupakan gejala
dari penyakit kronis tertentu. Serta percakapan yang sering dilakukan subjek
dengan temannya dimana subjek diajarkan untuk mengubah sikapnya dalam menjalani
hidup dan dalam menyikapi orang lain. Subjek menyadari bahwa masukan dari dua
pihak tersebut serta proses konseling yang telah dilakukan memiliki manfaat
yang besar terhadap dirinya untuk menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
Selanjutnya berdasarkan Kuesioner Kebermaknaan Hidup yang diisi
oleh subjek, terdapat perbedaan yang signifikan pada beberapa poin di awal
konseling dengan di akhir konseling. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek
belum menemukan tujuan hidupnya sebelum diberikan konseling dan telah mampu
menentukan tujuan hidupnya secara jelas setelah diberikan konseling, yaitu
dapat membahagiakan keluarga, dapat bermanfaat bagi orang lain, serta lebih
dekat dengan Tuhan. Pada poin lain juga terdapat perbedaan yang signifikan,
dimana hasil pengisian kuesioner menunjukkan bahwa pada awal konseling subjek
belum menemukan makna hidupnya dan pada akhir konseling subjek telah menemukan
makna hidupnya. Sedangkan hasil pengisian kuesioner secara keseluruhan, kondisi
subjek menunjukkan adanya perubahan pada awal dan akhir konseling. Subjek telah
mampu menentukan tujuan hidupnya secara jelas dan telah menemukan makna
hidupnya kembali.
Selama proses konseling logoterapi, peneliti
dan subjek memiliki hubungan yang akrab, terbuka, saling menghargai, memahami
dan menerima, sehingga proses konseling dapat dilakukan secara fleksibel.
Konseling bersifat direktif dimana peneliti memberikan pengarahan pada subjek
mengenai hal-hal yang dapat dilakukan subjek sebagai proses untuk menemukan
makna hidupnya. Peneliti berperan sebagai participating partner yang
menarik keterlibatan dengan subjek sedikit demi sedikit setelah subjek mulai
menyadari dan menemukan makna hidupnya (Bastaman, 2007).
Keterbatasan dalam penelitian ini ialah faktor
eksternal yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti, yang kemungkinan dapat
mempengaruhi hasil konseling. Faktor eksternal tersebut ialah pengaruh dari
keluarga, saudara, serta sahabat subjek. Keluarga, terutama istri subjek,
memberikan dukungan setiap saat agar subjek dapat menerima kondisi fisiknya dan
menjalani hidup dengan lebih tenang. Selama proses konseling, keluarga
mendukung subjek untuk melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat sehingga
kebermaknaan hidup subjek meningkat. Saudara subjek yang berprofesi dokter juga
memberikan pengaruh terhadap hasil konseling. Saudara subjek tersebut melakukan
pemeriksaan terhadap kondisi fisik subjek dan tidak menemukan kemungkinan yang
mengarah pada penyakit kronis tertentu. Saudara subjek menjelaskan bahwa gejala
fisik yang dialami subjek akibat kondisi fisik subjek yang mengalami penurunan
karena memasuki masa lansia, dan meyakinkan bahwa subjek tidak perlu
mengkhawatirkan gejala-gejala tersebut. Selanjutnya sahabat subjek yang sering
melakukan percakapan dengan subjek juga memberikan dukungan pada subjek. Ia
meyakinkan bahwa subjek dapat memiliki kehidupan yang lebih tenang dengan
menerima kondisi fisiknya yang menurun. Sahabat subjek yang mengalami
kelumpuhan tersebut menyampaikan bahwa ia dapat menjalani hidupnya dengan
melakukan hal-hal yang bermanfaat, sehingga ia berharap subjek dengan kondisi
fisik yang lebih baik juga dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat.
Diharapkan setelah konseling dihentikan, subjek dapat
mempertahankan atau meningkatkan kebermaknaan hidupnya sehingga menjadi pribadi
yang lebih terbuka dan menyenangkan, bersedia melakukan pengalaman baru (Reker
& Woo, 2011), selalu memiliki harapan menjadi lebih baik dan bersedia untuk
memperbaiki diri, berguna dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar (Bastaman,
2007). Selain itu, sebagai proses meningkatkan kebermaknaan hidupnya, subjek
diharapkan dapat mempertahankan ketertarikan, aktivitas, dan interaksi sosial
selama periode lansia (Feldman, 2003) serta mampu menemukan makna yang positif
dari kehidupan dan kematian, bahkan dalam kondisi fisik yang tidak baik,
seperti penurunan fungsi tubuh (Wong, 2007).
Kondisi
Subjek Sebelum Dan Setelah Konseling
Sebelum
konseling
1. Subjek
sering mencari pelayanan medis karena merasakan berbagai keluhan fisik: sakit
kepala (pusing), punggung kaku, nyeri di persendian tangan & kaki, dada
sesak, perut kembung, lambung perih, lemah pada bagian kaki, suara serak
2. Subjek
tidak dapat menerima kenyataan bahwa keadaan keluarga tidak tercukupi secara
finansial karena subjek tidak mampu memberikan nafkah bagi keluarganya
3. Subjek menjadi mudah marah dan
merasa tidak dihormati sebagai kepala keluarga karena istri dan anak-anaknya
sering tidak menuruti perkataan subjek
4.
Permasalahan yang dihadapi subjek membuatnya merasa tidak berharga, merasa
tujuan hidupnya tidak terpenuhi dan merasa hidupnya tidak bermakna
Pemberian
intervensi
Konseling
logoterapi diberikan dalam 4 langkah, yaitu:
1. Mengambil jarak atas gejala (distance from symptoms) dimana
konselor membantu menyadarkan subjek bahwa gejala sama sekali tidak identik dan
mewakili diri subjek, namun semata-mata merupakan kondisi yang dialami dan
dapat dikendalikan
2. Modifikasi sikap (modification of attitude) dimana
konselor membantu subjek untuk mendapatkan pandangan baru atas diri dan
kondisinya, selanjutnya subjek menentukan sikap baru untuk menentukan arah dan
tujuan hidupnya
3. Pengurangan gejala (reducing symptoms) dimana
konselor menggunakan teknik logoterapi
berupa dereflection untuk menghilangkan atau mengurangi dan mengendalikan gejala pada subjek
berupa dereflection untuk menghilangkan atau mengurangi dan mengendalikan gejala pada subjek
4. Orientasi terhadap makna (orientation toward meaning) dimana
konselor bersama subjek membahas bersama nilai-nilai dan makna hidup yang
secara potensial ada dalam kehidupan subjek, memperdalam dan menjabarkannya
menjadi tujuan- tujuan yang lebih konkrit.
DAFTAR PUSTAKA
Jamest,
Coleman, C. Abnormal Psychology and Moder Life Serent Edition Scott, (Foresman
and Comani, London-England, 1985). Hawari, Dadang, Al-Qur,an; Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta,
1997). Khan, Hazrat, Inayah, The Hearth of Sufisme, (Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2002). Raleigh, Drake, Abnormal Psychology, (Utt Lefield dan
Co. Patterson, New Jersey, 1962).
Baihaqi, MIF. 2008. Psikologi Pertumbuhan.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Bastaman,
Hanna Djumhana. 2007. Logoterapi:
Psikologi Untuk Menemukan Makna
Hidup dan Meraih Hidup Bermakna.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Boeree, C. George. 2009. Personality Theories.
Yogyakarta : Primasophie
Alwisol.
2006. Psikologi Kepribadian. Malang:
UMM Press.
Feist,
J & Gregory Feist (2010). Teori
Kepribadian, Edisi 7, Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Suryabrata,
S (2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta:
Raja Grafmada Persada.